NAMA : YUNI WIJAYANTI
NIM
: 06091010016
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Mata pelajaran
Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dicapai oleh
peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif
dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses
inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah. Mata pelajaran kimia menuntut peserta didik mampu menghubungkan
antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Pengetahuan tentang hubungan
antar konsep-konsep ini diharapkan akan membantu peserta didik memahami
pelajaran kimia.
Banyak factor
yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar kimia antara lain materi kimia
pada umumnya abstrak, kurangnya variasi metode pembelajaran yang dilakukan oleh
guru bidang studi kimia, tiak adanya alat peraga sehingga kurang meninmbulkan
daya tarik bagi siswa. Shakkashiri (1991) mengatakan bahwa mata pelajaran kimia
merupakan mata pelajaran yang sangat sulit, sehingga tidak jarang siswa sudah
terlebih dahulu merasa tidak mampu dalam mempelajarinya. Demikian juga Dhar(
1994) mengatakan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari mata pelajaran kimia karena
keabstrakkannya dan hal ini mengakibatkan timbulnya kebosanan bagi diri siswa
sendiri.
Berdasarkan
jurnal yang saya baca, salah satu materi yang dianggap sulit bagi siswa kelas X
SMA adalah stoikiometri. Rendahnya pemahaman konsep siswa dan pengaplikasiannya
dalam bentuk soal hitungan menjadi salah satu factor rendahnya hasil belajar
siswa.
Alternatif
pemecahan masalah yang di ajukan adalah penggunaan peta konsep melalui
pembelajaran kooperatif tipe Problem solving. Menurut Martin ( 1994 ) dalam
buku Trianto( 2007: 157), peta konsep merupakan inovasi baru yang penting untuk
membantu peserta didik menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas.Peta
konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan
informasi sebelum informasi tersebut dipelajari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “
apakah penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep
pada materi stoikiometri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Z ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Z
pada materi stoikiometri
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi siswa, sebagai salah satu media
pembelajaran alternative yang dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman
konsep stoikiometri dan juga meningkatkan hasil belajar siswa.
2.
Bagi guru, dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang lebih efektif dalam
pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan
3.
Bagi sekolah, sebagai bahan masukkan
dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran
4.
Bagi peneliti, dapat menjadi bahan
rujukan untuk tindakan penelitian lebih lanjut di masa yang akan dating dan
sebagai pengaplikasian teori-teori yang dipelajari selama ini.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1
Deskripsi Teori
A.
Hakekat Hasil Belajar
1. Makna belajar,
pembelajaran dan hasil belajar
a)
Makna belajar
Sebelum
membahas bagaimana hasil belajar siswa, maka terlebih dahulu harus dipahami
makna belajar, hal ini dimaksudkan agar pemaknaan tentang hasil belajar dapat
dikorelasikan dengan aktivitas belajar sehingga dapat kemudian mengidentifikasi
hal-hal yang sesuai dan dapat dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran dalam
rangka melakukan perubahan-perubahan pada peserta didik.
Belajar, secara
gamblang hampir semua orang menganggap sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku pada diri seseorang. Dari pemahaman seperti ini dapat menghasilkan suatu
pemikiran bahwa kegiatan belajar tidak begitu saja terjadi, tetapi memerlukan
langkah-langkah tertentu dengan berbagai tahapan yang harus dilalui.
Dalam
keseluruhan aktivitas pendidikan di sekolah, maka kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling mendasar. Hal ini kemungkinannya bahwa baik tidaknya serta
berhasil tidaknya rumusan-rumusan tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai
akan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar yang diterapkan atau
dialami oleh peserta didik. James O. Whittaker mendefenisikan belajar yakni “the
process by which behavior originates or is altered through training or
experience” proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.
Dari pengertian
tersebut, tergambar bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
seseorang atau peserta didik, ketika peserta didik telah mendapatkan sejumlah
latihan atau pengalaman, dengan demikian peneliti berasumsi bahwa perubahan
sikap dan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik sebagai akibat dari
pertumbuhan fisik atau kematangan serta pengaruh yang tumbuh dari masing-masing
individu, dalam pemahaman James bukan termasuk belajar.
Pengertian lain
dikemukakan oleh Skinner bahwa belajar adalah “a process progressive
behavior adaptation” yakni suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku)
yang berlangsung secara progresif. Dijelaskan bahwa proses adabtasi akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).
Dalam pandangan
tersebut tersirat suatu makna bahwa belajar merupakan suatu proses yang
dilakukan melalui kemampuan untuk beradabtasi, dengan kata lain bahwa belajar
hanya akan terjadi ketika pelajar mendapatkan rangsangan yang dilakukan secara
berproses dengan hasilnya bahwa pelajar tersebut dapat menyesuaikan dirinya
dengan apa yang diperolehnya.
Gagne
menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi.
B. Peta Konsep
- Pengertian Konsep
- Konsep merupakan suatu
abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu
kelompok obyek atau kejadian (Carrol: 1997).
- Dahar (1989) menyatakan konsep
merupakan dasar berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dan akhirnya untuk
memecahkan masalah.
- Dengan demikian konsep
merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi maupun untuk
pemecahan masalah.
2.
Pengertian
Peta Konsep (Concept Mapping)
- Susilo (2001) Peta Konsep
adalah alat untuk mewakili adanya keterkaitan secara bermakna antar konsep
sehingga membentuk proposisi. Proposisi ialah dua atau lebih konsep yang
dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga
memiliki suatu arti.
- Peta Konsep adalah
suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep
yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi yang mengungkapkan
hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan
gagasan-gagasan pokok.
3.
Kegunaan
Peta Konsep
- Menunjukkan hubungan
antara ide-ide dan membantu memahami lebih baik apa yang dipelajari
(Nur, 2000b).
- Menyatakan hubungan yang
bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.
- Tipe ini juga dimaksudkan agar
siswa lebih terampil untuk menggali pengetahuan awal yang sudah dimiliki
dan memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan pengalaman belajar.
4.
Ciri-ciri
Peta Konsep
- Peta konsep merupakan suatu
cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi
suatu bidang studi, apakah itu bidang studi kewarganegaraan, kimia,
biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep
siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi
itu lebih bermakna.
- Suatu peta konsep merupakan
suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari
bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan
proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar
bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan
hubungan antara konsep-konsep.
- Mengenai cara menyatakan
hubungan antara konsep-konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang
sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih berbobot dari pada
konsep-konsep lain.
- Hirarki. Artinya bila dua atau
lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif,
terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
5.
Jenis-jenis
Peta Konsep
(Menurut
Nur, 2000 dalam Erman, 2003)
1)
Pohon jaringan (network tree),
Ide-ide
pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh
garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara
konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik
itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan
mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari
umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama
dan berikan hubungannya pada garis-garis itu.
Pohon
jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Menunjukan informasi
sebab-akibat
- Suatu hirarki
- Prosedur yang bercabang
- Istilah-istilah yang berkaitan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.
2)
Rantai kejadian (events chain),
Peta konsep
rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian,
langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses.
Misalnya dalam melakukan eksperimen.
Rantai
kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Memberikan tahap-tahap suatu
proses
- Langkah-langkah dalam suatu
prosedur
- Suatu urutan kejadian
3)
Peta konsep siklus (cycle concept map),
Dalam peta
konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir.
Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal.
Seterusnya kejadian akhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu
berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok
diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian
berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.
4)
Peta konsep laba-laba (spider concept map).
Peta
konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah
pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh
sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan
dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita
dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah
menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan
menuliskannya di luar konsep utama.
Peta
konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Tidak menurut hirarki, kecuali
berada dalam suatu kategori
- Kategori yang tidak paralel
- Hasil curah pendapat
6.
Langkah-langkah
Pembuatan Peta Konsep
1)
Memilih suatu bahan bacaan.
2)
Menentukan konsep-konsep yang relevan.
3)
Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang
paling tidak inklusif.
4)
Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling
inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
5)
Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung.
Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.
7.
Keunggulan
Peta Konsep
Bagi Guru:
- Pemetaan konsep dapat menolong
guru mengorganisir seperangkat pengalaman belajar secara keseluruhan yang
akan disajikan.
- Pemetaan konsep merupakan cara
terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini disebabkan peta konsep
adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi siswa, karena
siswa dengan mudah melihat, membaca dan mengerti makna yang diberikan.
- Pemetaan konsep menolong guru
memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka kerja yang hierarki, hal
ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan dalam urutan yang
acak.
- Membantu guru meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pengajarannya.
Bagi
Siswa:
- Pemetaan konsep merupakan cara
belajar yang mengembangkan proses belajar bermakna, yang akan meningkatkan
pemahaman siswa dan daya ingat belajarnya.
- Dapat meningkatkan keaktifan
dan kreatifitas berpikir siwa, hal ini menimbulkan sikap kemandirian
belajar yang lebih pada siswa.
- Mengembangkan struktur kognitif
yang terintegrasi dengan baik, yang akan memudahkan belajar.
- Dapat membantu siswa melihat
makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen
konsep-konsep dan mengenali hubungan antara konsep-konsep berikut.
o Kelemahan Peta Konsep
- Perlunya waktu yang cukup lama
untuk menyusun peta konsep, sedangkan waktu yang tersedia di kelas sangat
terbatas.
- Sulit menentukan konsep-konsep
yang terdapat pada materi yang dipelajari.
- Sulit menentukan kata-kata
untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain.
8.
Cara
Mengatasi
- Siswa diminta untuk membuat
peta konsep di rumah, dan pada pertemuan berikutnya didiskusikan dalam
kelas.
- Siswa diharapkan dapat membaca
kembali materi dan memahaminya, agar dapat mengenali konsep-konsep yang
ada dalam bacaan sehingga dapat mengkaitkan konsep-konsep tersebut dalam
peta konsep.
C. Model Pembelajaran Problem Solving
a. Pengertian
Sebelum memberikan pengertian tentang pengertian problem solving atau pemecahan masalah, terlebih dahulu membahas tentang masalah atau problem. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
Sebelum memberikan pengertian tentang pengertian problem solving atau pemecahan masalah, terlebih dahulu membahas tentang masalah atau problem. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
Munurut Polya (dalam Hudojo,
2003:150), terdapat dua macam masalah :
(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bagian utama dari masalah adalah sebagai berikut.
(a) Apakah yang dicari?
(b) Bagaimana data yang diketahui?
(c) Bagaimana syaratnya?
(2) Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus menjawab pertanyaan : ”Apakah pernyataan itu benar atau salah ?”. Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bagian utama dari masalah adalah sebagai berikut.
(a) Apakah yang dicari?
(b) Bagaimana data yang diketahui?
(c) Bagaimana syaratnya?
(2) Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus menjawab pertanyaan : ”Apakah pernyataan itu benar atau salah ?”. Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
Penyelesaian masalah merupakan
proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai
memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran penyelesaian masalah merupakan
tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari pertanyaan bersifat
menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut
(sukoriyanto, 2001:103).
Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan matematika (Tim PPPG Matematika, 2005:93). Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa dapat menurunkan motivasi mereka.
Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan matematika (Tim PPPG Matematika, 2005:93). Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa dapat menurunkan motivasi mereka.
b. Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2003:155), yaitu sebagai berikut.
(1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
(2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
(3) Potensi intelektual siswa meningkat.
(4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving
Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut.
(1) Menyajikan masalah dalam bentuk umum.
(2) Menyajikan kembali masalah dalam bentuk operasional.
(3) Menentukan strategi penyelesaian.
(4) Menyelesaikan masalah.
Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162), menjelaskan bahwa langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut.
(1) Pemahaman terhadap masalah.
(2) Perencanaan penyelesaian masalah.
(3) Melaksanakan perencanaan.
(4) Melihat kembali penyelesaian.
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan Problem Solving. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan amerika menjelaskan 6 langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
- merumuskan masalah, yaitu
langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
- Menganalisis masalah, yaitu
langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
- merumuskan hipotesis, yaitu
langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
- mengumpulkan data, yaitu
langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
- pengujian hipotesis, yaitu
langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
- merumuskan rekomendasi
pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang
dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan.
David
Johnson & Jhonson mengemukakan ada 5 langkah metode pemecahan masalah
(problem solving) melalui kegiatan kelompok.
- mendefinisikan masalah, yaitu
merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik,
hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan
ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat
yang menarik untuk dipecahkan.
- mendiagnosis masalah, yaitu
menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai
faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung
dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi
kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan
tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambat yang diperkirakan.
- merumuskan alternatif
strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui
diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir
mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan
yang dapat dilakukan.
- menentukan dan menerapkan
strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang
dapat dilakukan.
- melakukan evaluasi, baik
evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi
terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi terhdap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
d. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran problem solving
Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
(2) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
(3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
(4) Mendidik siswa percaya diri sendiri.
Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Memerlukan waktu yang cukup banyak.
(2) Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
2.2
Hipotesis
Berdasarkan uraian
kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah :
Ha : Terdapat
peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA Z pada materi stoikiometri melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep
Ho : Terdapat
peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA Z pada materi stoikiometri melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep
DAFTAR
PUSTAKA
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2008. Haluk Ozmen, Gokhan
Demircioglu and Richard K. Coll. The Effect of Using Concept Maps as Study
Tools on Achievement in Chemistry
Gagne dalam Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan (Cet. XV; Bangung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 84
International Journal of Science and
Mathematics Education (2009). Saouma BouJaoude and May Attieh . A
Comparative Study of the Effects of A Concept Mapping Enhanced Laboratory
Experience on Turkish High School Student’s Understanding of Acid-Base
Chemistry
J Res Sci Educ (2008).
Osman Nafiz Kaya. A Student-centred Approach: Assessing the Changes in
Prospective Science Teachers’ Conceptual
Understanding by Concept Mapping in a General Chemistry Laboratory
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), h. 38
Uno,Hamzah B.2007. Model Pembelajaran “Menciptakan Proses Belajar
yang Kreatif dan Eektif”.Bumi aksara.Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar