Powered By Blogger

Jumat, 28 September 2012

Proposal Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X SMA Z Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Solving dengan Menggunakan Media Peta Konsep Pada Materi Stoikiometri


NAMA           : YUNI WIJAYANTI
NIM                : 06091010016

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X SMA Z Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe  Problem Solving dengan Menggunakan Media Peta Konsep Pada Materi Stoikiometri

Bab I
Pendahuluan




1.1  Latar Belakang

Mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk  memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi  serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dicapai oleh peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka.  Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Mata pelajaran kimia menuntut peserta didik mampu menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Pengetahuan tentang hubungan antar konsep-konsep ini diharapkan akan membantu peserta didik memahami pelajaran kimia.
Banyak factor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar kimia antara lain materi kimia pada umumnya abstrak, kurangnya variasi metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi kimia, tiak adanya alat peraga sehingga kurang meninmbulkan daya tarik bagi siswa. Shakkashiri (1991) mengatakan bahwa mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang sangat sulit, sehingga tidak jarang siswa sudah terlebih dahulu merasa tidak mampu dalam mempelajarinya. Demikian juga Dhar( 1994) mengatakan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam  mempelajari mata pelajaran kimia karena keabstrakkannya dan hal ini mengakibatkan timbulnya kebosanan bagi diri siswa sendiri.
Berdasarkan jurnal yang saya baca, salah satu materi yang dianggap sulit bagi siswa kelas X SMA adalah stoikiometri. Rendahnya pemahaman konsep siswa dan pengaplikasiannya dalam bentuk soal hitungan menjadi salah satu factor rendahnya hasil belajar siswa.
Alternatif pemecahan masalah yang di ajukan adalah penggunaan peta konsep melalui pembelajaran kooperatif tipe Problem solving. Menurut Martin ( 1994 ) dalam buku Trianto( 2007: 157), peta konsep merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu peserta didik menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas.Peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari.


1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ apakah penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep pada materi stoikiometri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Z ?”

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Z pada materi stoikiometri

1.4  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Bagi siswa, sebagai salah satu media pembelajaran alternative yang dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep stoikiometri dan juga meningkatkan hasil belajar siswa.
2.      Bagi guru, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan
3.      Bagi sekolah, sebagai bahan masukkan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran
4.      Bagi peneliti, dapat menjadi bahan rujukan untuk tindakan penelitian lebih lanjut di masa yang akan dating dan sebagai pengaplikasian teori-teori yang dipelajari selama ini.

Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Deskripsi Teori
A.      Hakekat Hasil Belajar
1.    Makna belajar, pembelajaran dan hasil belajar
a)      Makna belajar
Sebelum membahas bagaimana hasil belajar siswa, maka terlebih dahulu harus dipahami makna belajar, hal ini dimaksudkan agar pemaknaan tentang hasil belajar dapat dikorelasikan dengan aktivitas belajar sehingga dapat kemudian mengidentifikasi hal-hal yang sesuai dan dapat dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran dalam rangka melakukan perubahan-perubahan pada peserta didik.
Belajar, secara gamblang hampir semua orang menganggap sebagai suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Dari pemahaman seperti ini dapat menghasilkan suatu pemikiran bahwa kegiatan belajar tidak begitu saja terjadi, tetapi memerlukan langkah-langkah tertentu dengan berbagai tahapan yang harus dilalui.
Dalam keseluruhan aktivitas pendidikan di sekolah, maka kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling mendasar. Hal ini kemungkinannya bahwa baik tidaknya serta berhasil tidaknya rumusan-rumusan tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai akan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar yang diterapkan atau dialami oleh peserta didik. James O. Whittaker mendefenisikan belajar yakni “the process by which behavior originates or is altered through training or experience” proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Dari pengertian tersebut, tergambar bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang atau peserta didik, ketika peserta didik telah mendapatkan sejumlah latihan atau pengalaman, dengan demikian peneliti berasumsi bahwa perubahan sikap dan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik sebagai akibat dari pertumbuhan fisik atau kematangan serta pengaruh yang tumbuh dari masing-masing individu, dalam pemahaman James bukan termasuk belajar.
Pengertian lain dikemukakan oleh Skinner bahwa belajar adalah “a process progressive behavior adaptation” yakni suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Dijelaskan bahwa proses adabtasi akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).

Dalam pandangan tersebut tersirat suatu makna bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan melalui kemampuan untuk beradabtasi, dengan kata lain bahwa belajar hanya akan terjadi ketika pelajar mendapatkan rangsangan yang dilakukan secara berproses dengan hasilnya bahwa pelajar tersebut dapat menyesuaikan dirinya dengan apa yang diperolehnya.
Gagne menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
B. Peta Konsep
  1. Pengertian Konsep
  • Konsep merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian (Carrol: 1997).
  • Dahar (1989) menyatakan konsep merupakan dasar berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dan akhirnya untuk memecahkan masalah.
  • Dengan demikian konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi maupun untuk pemecahan masalah.
2.      Pengertian Peta Konsep (Concept Mapping)
  • Susilo (2001) Peta Konsep adalah alat untuk mewakili adanya keterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga membentuk proposisi. Proposisi ialah dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu arti.
  • Peta Konsep  adalah  suatu  alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan  dalam suatu kerangka proposisi yang mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok.
3.      Kegunaan Peta Konsep
  • Menunjukkan hubungan  antara ide-ide dan membantu memahami lebih baik apa yang dipelajari (Nur, 2000b).
  • Menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.
  • Tipe ini juga dimaksudkan agar siswa lebih terampil untuk menggali pengetahuan awal yang sudah dimiliki dan memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan pengalaman belajar.
4.      Ciri-ciri Peta Konsep
  • Peta konsep merupakan suatu cara untuk memperlihatkan  konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi kewarganegaraan, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
  • Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.
  • Mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih berbobot dari pada konsep-konsep lain.
  • Hirarki. Artinya bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
5.      Jenis-jenis Peta Konsep
(Menurut Nur, 2000 dalam Erman, 2003)
1)      Pohon jaringan (network tree),
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu.
Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
  • Menunjukan informasi sebab-akibat
  • Suatu hirarki
  • Prosedur yang bercabang
  • Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.

2)      Rantai kejadian (events chain),
Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen.
Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
  • Memberikan tahap-tahap suatu proses
  • Langkah-langkah dalam suatu prosedur
  • Suatu urutan kejadian

3)      Peta konsep siklus (cycle concept map),
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.

4)      Peta konsep laba-laba (spider concept map).
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama.
Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
  • Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
  • Kategori yang tidak paralel
  • Hasil curah pendapat
6.      Langkah-langkah Pembuatan Peta Konsep
1)      Memilih suatu bahan bacaan.
2)      Menentukan konsep-konsep yang relevan.
3)      Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif.
4)      Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
5)      Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.
7.      Keunggulan Peta Konsep
Bagi Guru:
  • Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat pengalaman belajar secara keseluruhan yang akan disajikan.
  • Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi siswa, karena siswa dengan mudah melihat, membaca dan mengerti makna yang diberikan.
  • Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan dalam urutan yang acak.
  • Membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajarannya.
Bagi Siswa:
  • Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses belajar bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman siswa dan daya ingat belajarnya.
  • Dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berpikir siwa, hal ini menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pada siswa.
  • Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik, yang akan memudahkan belajar.
  • Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen konsep-konsep dan mengenali hubungan antara konsep-konsep berikut.

o    Kelemahan Peta Konsep
  • Perlunya waktu yang cukup lama untuk menyusun peta konsep, sedangkan waktu yang tersedia di kelas sangat terbatas.
  • Sulit menentukan konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari.
  • Sulit menentukan kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain.
8.      Cara Mengatasi
    1. Siswa diminta untuk membuat peta konsep di rumah, dan pada pertemuan berikutnya didiskusikan dalam kelas.
    2. Siswa diharapkan dapat membaca kembali materi dan memahaminya, agar dapat mengenali konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat mengkaitkan konsep-konsep tersebut dalam peta konsep.
C. Model Pembelajaran Problem Solving
a. Pengertian
Sebelum memberikan pengertian tentang pengertian problem solving atau pemecahan masalah, terlebih dahulu membahas tentang masalah atau problem. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
Munurut Polya (dalam Hudojo, 2003:150), terdapat dua macam masalah :
(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bagian utama dari masalah adalah sebagai berikut.
(a) Apakah yang dicari?
(b) Bagaimana data yang diketahui?
(c) Bagaimana syaratnya?
(2) Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus menjawab pertanyaan : ”Apakah pernyataan itu benar atau salah ?”. Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran penyelesaian masalah merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari pertanyaan bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut (sukoriyanto, 2001:103).
Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan matematika (Tim PPPG Matematika, 2005:93). Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa dapat menurunkan motivasi mereka.

b. Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2003:155), yaitu sebagai berikut.
(1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
(2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
(3) Potensi intelektual siswa meningkat.
(4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving
Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut.
(1) Menyajikan masalah dalam bentuk umum.
(2) Menyajikan kembali masalah dalam bentuk operasional.
(3) Menentukan strategi penyelesaian.
(4) Menyelesaikan masalah.

Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162), menjelaskan bahwa langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut.
(1) Pemahaman terhadap masalah.
(2) Perencanaan penyelesaian masalah.
(3) Melaksanakan perencanaan.
(4) Melihat kembali penyelesaian.

Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan Problem Solving. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan amerika menjelaskan 6 langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
  1. merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
  2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
  3. merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
  4. mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
  5. pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
  6. merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
David Johnson & Jhonson mengemukakan ada 5 langkah metode pemecahan masalah (problem solving) melalui kegiatan kelompok.
  1. mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
  2. mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
  3. merumuskan alternatif  strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
  4. menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
  5. melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhdap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

d. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran problem solving
Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
(2) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
(3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
(4) Mendidik siswa percaya diri sendiri.
Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
(1) Memerlukan waktu yang cukup banyak.
(2) Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.

2.2 Hipotesis
Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA Z pada materi stoikiometri melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep
Ho : Terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA Z pada materi stoikiometri melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan peta konsep




















DAFTAR PUSTAKA
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2008. Haluk Ozmen, Gokhan Demircioglu and Richard K. Coll. The Effect of Using Concept Maps as Study Tools on Achievement in Chemistry
Gagne dalam Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Cet. XV; Bangung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 84
International Journal of Science and Mathematics Education (2009). Saouma BouJaoude and May Attieh .  A Comparative Study of the Effects of A Concept Mapping Enhanced Laboratory Experience on Turkish High School Student’s Understanding of Acid-Base Chemistry
J Res Sci Educ (2008). Osman Nafiz Kaya. A Student-centred Approach: Assessing the Changes in Prospective Science TeachersConceptual Understanding by Concept Mapping in a General Chemistry Laboratory
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), h. 38
Uno,Hamzah B.2007. Model Pembelajaran “Menciptakan Proses Belajar yang Kreatif dan Eektif”.Bumi aksara.Jakarta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar