Powered By Blogger

Jumat, 28 September 2012

Kompetensi Profesional




KOMPETENSI PROFESIONAL

1.       Pengertian

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa Kompetensi Profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Dalam konteks ini,  Wardiman Djojonegoro (2009) mengemukakan guru diharapkan:
1.      Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya;
2.      Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi;
3.      Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi;
4.      Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
5.      Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui evaluasi dan penelitian.
Menurut Munandar, kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni ; (a) faktor bawaan, seperti bakat, dan (b) faktor latihan, seperti hasil belajar.
Menurut Soedijarto, Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
1.      Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran
2.      Bahan ajar yang diajarkan
3.      Pengetahuan tentang karakteristik siswa
4.      Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan
5.      Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar
6.      Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran
7.      Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan           

Untuk menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan ketiga kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat dalam diri setiap guru atau calon guru untuk mewujudkannya. Sebagai seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :  
1.      Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2.      Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3.      Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4.      Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang diterimanya.
5.      Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
6.      Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7.      Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
8.      Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9.      Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
10.  Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.

2.       Penguasaan Materi Pelajaran

Guru adalah faktor penentu keberhasilan belajar di samping alat, fasilitas, sarana dan kemampuan siswa itu sendiri, termasuk partisipasi orang tua dan masyarakat. Djam’an Satori (2008), mengutip Depdikdbud (1980) dan Johnson (1980) mengungkapkan bahwa salah satu komponen kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai seorang profesional adalah menguasai bahan pelajaran serta konsep-konsep dasar keilmuannya. Untuk menguasai materi pelajaran diperlukan penguasaan materinya itu sendiri. Ada dua cara memandang materi atau bahan ajar, yaitu pertama dari sudut isi bahan ajar, dan kedua dari sudut cara pengorganisasian bahan ajarnya. Dilihat dari sudut isi materi, bahan ajar dapat di golongkan ke dalam enam jenis, seperti berikut.
1. Fakta
            Fakta adalah bahan yang isinya terdiri atas sejumlah fakta atau informasi yang kebenarannya tidak dapat diragukan lagi untuk diperdebatkan. Misalnya tahun-tahun sejarah atau peristiwa-peristiwa.
2. Konsep
            Konsep adalah bahan bidang studi yang isinya berupa gagasan, ide, pendapatan, teori atau dalil. Konsep itu bersifat abstrak, namun akan menjadi nyata jika di wujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan. Misalnya konsep tentang bilangan bulat dan ganjil yang dilambangkan dalam angka 2, 4, 6 dan 1, 3, 5 dan seterusnya.
3. Prinsip
            Prinsip adalah tuntutan praktis bagi terselenggaranya perbuatan tertentu seperti dalam belajar dan mengajar. Bahan bidang studi prinsip merupakan bahan yang memberi landasan bagi terwujudnya suatu perbuatan yang diharapkan sehingga setiap tindakan yang dilakukan dapat di kontrol dengan baik. Contohnya prinsip belajar dan mengajar.
4. Keterampilan
            Keterampilan terdiri dari keterampilan-keterampilan tertentu yang harus di kuasai, terutama yang menyangkut keterampilan motorik, seperti keterampilan mengetik, mengatur spasi, memukul bola dan lari cepat. Bahan bidang studi keterampilan banyak terdapat dalam bidang studi kejuruan. Cara mempelajarinya pada umumnya dengan tugas dan latihan.
5. Pemecahan Masalah
            Pemecahan masalah adalah bahan bidang studi yang mengandung unsur pemecahan masalah. Misalnya dalam pelajaran IPA, Ibu Reni memberikan tugas kelompok kepada para siswa untuk membuat kesimpulan mengenai bagaimana cara untuk memanfaatkan sampah. Pokok bahasan ini dipelajari dengan metode pemecahan masalah. Peserta didik ditugasi untuk berpikir dan berbuat dan kemudian diakhiri oleh kesimpulan.
6. Proses
            Proses adalah bahan yang melukiskan proses terjadinya sesuatu seperti proses terjadinya perubahan warna, proses terjadinya hujan, proses pengendapan atau penguapan. Bahan bidang studi proses bersumber dari pengalaman. Cara mempelajarinya adalah dengan pratikum di laboratorium atau studi lapangan.
            Jenis bahan bidang studi berdasarkan cara pengorganisasinya terbagi ke dalam empat jenis, seperti berikut.
1. Bahan Bidang Studi Linier
            Karakteristik bahan bidang studi linier disusun secara berurutan dari yang mudah kepada yang sukar tau dari yang sederhana kepada yang kompleks. Peran sistematiknya cukup tinggi, diajarkan secara berangsur-angsur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Misalnya dalam pelajaran matematika, bahan itu disusun dari himpunan benda-benda nyata yang kemudian dilambangkan dalam bentuk bilangan.
2. Bahan Bidang Studi Kumulatif
            Bahan Bidang studi ini tidak disusun dalam serangkaian tingkatan yang berseri seperti pada bahan bidang studi linier. Pendekatan metodologinya adalah child-centered, yaitu pembelajaran itu seluruhnya berpusat pada kebutuhan, minat dan perhatian siswa. Bahan bidang studi ini akan berhasil diberikan mulai dari keseluruhan menuju kepada bagian – bagian. Metode pengajaran unit merupakan yang paaling cocok untuk pelajaran ini.
3. Bahan Bidang Studi Praktikal
            Pendekatan untuk mempelajari bahan bidang studi pratikal adalah dengan drill atau pelatihan. Dapat pula cara menyajikannya dengan demonstrasi sangat besar. Pelajaran olahraga dan kesehatan, kesenian dan kejuruan banyak mengandung bahan bidang studi pratik.
4. Bahan Bidang Studi Eksperiensial
            Bahan bidang studi ini erat kaitannya dengan bahan bidang studi pratikal, hanya disini lebih menekankan unsur kreativitas. Dalam mempelajari bahan bidang studi ini siswa diharapkan dapat mengembangkan kegiatannya dalm bentuk kreativitas, tidak terlalu terkait oleh kebiasaan – kebiasaan tertentu. Bahan bidang studi eksperiensial tidak terbatas pada bidang studi keterampilan kejuruan, tetapi juga terdapat pada bidang studi IPA dan sejenisnya. Misalnya dalam pertanyaan apa yang dapat kita lakukan dengan sabut kelapa. Dari pokok bahasan ini akan keluar pikiran – pikiran yang dihubungkan kepada pengalaman, yaitu berupa hasil yang berasal dari sabut kelapa seperti keset, sapu, bahan bakar, bahkan sampai kepada aneka ragam hiasan. Pendekatan dalam mempelajari bahan bidang studi ini bersifat child-centered, yaitu bahwa seluruh kegiatan belajar mengajar berpusat pada minat dan perhatian siswa melalui penerapan prinsip cara belajar siswa aktif  (CBSA).
            Untuk memudahkan anda dalam mengajarkan jenis materi ini, anda perlu mengetahui bagaimana cara memilih bahan sesuai dengan perkembangannya. Adapun alasan pengembangan dalam pemilihan bahan ajar adalah sebagai berikut.
a.       Bahan bidang studi itu harus diseleksi dan disesuaikan dengan kebutuhan.   Cara memilihnya dilakukan dengan cermat dan mempergunakan kriteria tertentu.
b.      Bahan bidang studi yang tidak relevan dengan kebutuhan diganti dengan yang baru. Penggantian ini dilakukan atas dasar perkembangan pengetahuan dan teknologi. Bahan bidang studi itu bersifat fundamental dan terbaru.
c.       Bahan bidang studi yang makin bertambah itu harus dipelajari melalui berbagai media komunikasi. Media dengar, media lihat dan media gerak perlu diperluas. Proses belajar tidak terbatas diruang kelas, tetapi juga di luar kelas,  bahkan sampai di luar sekolah.
d.      Bahan bidang studi yang makin bertambah itu dipelajari melalui berbagai pendekatan, baik pendekatan metode penyampaian pelajaran maupun media pembelajaran yang digunakannya.

3.       Pemahaman Terhadap Inovasi Pembelajaran

Dalam praktik pembelajaran, guru dituntut untuk selalu memperbaharui model, pendekatan atau metode pembelajarannya. Hal ini penting agar proses pembelajaran dapat berlangsung penuh makna baik bagi guru itu sendiri maupun bagi peserta didik. Profesor Liliasari (UPI Bandung), dalam Seminar Nasional tentang Peningkatan Profesionalisme Guru yang diselenggarakan oleh FKIP Universitas Sriwijaya, Mei 2009,  mengemukakan beberapa hal penting berkenaan dengan peningkatan profesionalisme guru sebagaimana tertuang dalam makalahnya sebagai berikut.
Guru profesional harus memiliki kompetensi yang memenuhi ketentuan perundang-undangan. Dalam Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru berdasarkan Permendiknas no. 16 tahun 2007 dinyatakan bahwa guru harus memiliki  4 kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang terintegrasi dalam kinerja guru. Beberapa kompetensi inti guru mata pelajaran yang berhubungan langsung dengan pembelajaran di antaranya: (1) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; (2) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; (3) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
Salah satu kompetensi yang dituntut dalam kompetensi inti yang pertama di atas yaitu menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam pelajaran yang diampu. Kompetensi guru mata pelajaran yang terkait dengan kompetensi inti yang ke 2 di atas, yaitu: (a) menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan; (b) melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan; (c) menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh. Selanjutnya untuk memenuhi kompetensi inti yang ke 3 di atas, perlu dimiliki kompetensi memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran yang diampu.
Pengertian Inovasi Pembelajaran dan Komponen Yang Perlu Diinovasi
Inovasi secara umum bermakna pembaharuan. Dalam pembelajaran ada 3 komponen pendukung utama yaitu siswa, guru dan materi pembelajaran atau bahan ajar.Interaksi ketiga komponen tersebut akan menghasilkan komponen yang keempat yaitu proses pembelajaran. Akhirnya keempat komponen tersebut akan mencerminkan kualitas pembelajaran.
1.      Inovasi Guru
Pada umumnya guru membelajarkan siswa dengan cara menyampaikan materi pelajaran dari buku-buku teks. Hal ini ditengarai membuat pembelajaran menjadi tidak menarik. Hanya sedikit siswa yang tertarik belajar Sains, karena guru menyampaikannya terlalu akademik. Materi pelajaran Sains biasanya dirasakan terlalu “sulit” bagi siswa karena penyampaiannya oleh guru sangat “inert”. Dalam hubungan dengan kasus tersebut apakah inovasi yang perlu dilakukan guru? Suatu tantangan bagi guru adalah bagaimana membuat Sains menarik dan bagaimana membuat siswa ingin tahu lebih banyak melalui Sains.
Untuk menjawab tantangan tersebut hendaknya guru selalu ingat bahwa jiwa Sains adalah inkuiri. Belajar Sains hanya menarik apabila dapat membuat siswa meningkatkan rasa ingin tahu (curiosity) lebih banyak melalui Sains  . Peningkatan curiosity siswa dapat meningkat apabila siswa dipandu bekerja Sains, dan bukan menghafal Sains. Untuk mencapai hal tersebut guru dituntut mendorong siswa untuk bertanya secara kritis dalam bekerja Sains tersebut. Kemampuan itu baru dapat tercapai apabila guru berhasil membimbing siswa melakukan analisis dan sintesis. Dengan pola pembelajaran inovatif yang dilakukan guru, siswa juga akan mengalami inovasi dalam belajarnya.

2.      Inovasi Siswa
Siswa perlu diinovasi dalam cara belajarnya. Bila biasanya siswa cukup hanya mengumpulkan pengetahuan dalam pembelajaran, namun belajar masa kini perlu diarahkan untuk mencapai kompetensi tertentu. Pengumpulan pengetahuan siswa yang paling mudah dapat dilakukan melalui hafalan. Apabila pencapaian pengumpulan pengetahuan diukur, biasanya cukup jelas melalui tes tentang konsep-konsep yang dipelajari. Meskipun siswa dapat lulus dalam tes tersebut, belum tentu ia menguasai konsep-konsep yang dipelajarinya bila diukur dari segi kinerja. Pengetahuan tentang banyak konsep sains ternyata tidak cukup. Pencapaian kompetensi sains siswa baru dapat diukur melalui kinerja siswa atau penerapan konsep-konsep yang dipelajarinya pada situasi yang berbeda.
Apabila biasanya aktivitas kelas didominasi oleh aktivitas guru, maka perlu diubah menjadi didominasi oleh aktivitas siswa. Dari kegiatan menghafal diinovasi menjadi kegiatan berpikir. Jadi dari belajar menerima perlu diubah menjadi belajar menemukan. Untuk meningkatkan komunikasi, belajar individual yang biasanya dilakukan perlu diubah menjadi belajar berkolaborasi.
Kegiatan pembelajaran perlu diinovasi dengan beberapa indikator yang perlu diganti, seperti dari menyimak menjadi kegiatan, dari praktikum verifikasi menjadi praktikum berbasis inkuiri. Apabila biasanya siswa hanya menjawab pertanyaan guru, maka perlu diubah menjadi bertanya kepada guru dan sesama siswa. Sebagai akibatnya kegiatan siswa yang biasanya hanya mencatat hal-hal yang disampaikan guru, perlu diubah menjadi merangkum. Kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas belajar siswa dari surface learning menjadi deep learning (Light and Cox,2001). Dari kegiatan siswa mendengarkan ceramah guru perlu diinovasi menjadi siswa mempresentasikan apa yang dipelajarinya. Bertolak dari hal-hal tersebut ciri-ciri proses pembelajaran yang inovatif meliputi menyenangkan, menantang, aktif, kreatif, mandiri, interaktif dan inspiratif.
Ditinjau dari segi kompetensi siswa belajar sains, perlu adanya inovasi dari menghafal konsep-konsep sains menjadi menguasai konsep-konsep sains, yang selanjutnya dikembangkan menjadi menguasai keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2000; Liliasari,2008).
3.      Inovasi Bahan Ajar
Pada pembelajaran gaya lama, bahan ajar meliputi buku teks, Lebar Kerja Siswa (LKS) dan soal-soal. Untuk memenuhi tuntutan inovasi maka bahan ajar dapat meliputi buku teks, LKS, soal-soal, audio-video, majalah, software dan perangkat-perangkat lain yang terdapat di lingkungan kehidupan siswa.
Buku teks merupakan salah satu sumber informasi yang dapat diinovasi dengan buku-buku teks mutakhir dan bahan-bahan pelajaran yang dicari siswa secara aktif dari internet. Bahan ini dapat berupa teks dan non teks. Bahan ajar multimedia dapat berupa software animasi, simulasi, pemodelan, tutorial dan berbagai jenis software lainnya. Bentuk lain bahan ajar dapat dalam bentuk rekaman audio/video, software interaktif, journal ilmiah tercetak ataupun elektronik.
Diversifikasi bahan ajar diperlukan megingat pertambahan jumlah siswa per-kelas yang jumlah meningkat sangat pesat. Makin banyaknya jumlah siswa menyebabkan aksesnya terhadap bahan ajar makin terbatas, namun meningkatnya curiosity siswa memerlukan bahan ajar penunjang yang tak terbatas. Hal ini bukan hanya terbatas pada jumlah dan ragam bahan ajar saja, tetapi juga perlu ditembus ruang dan waktu. Perpustakaan yang dulu hanya memiliki bahan ajar tercetak saja, masa kini dengan adanya inovasi pembelajaran memerlukan adanya bahan ajar yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Bila biasanya perpustakaan hanya dapat digunakan pada jam buka yang terbatas, misalnya pukul 8.00 -20.00, tuntutan penggunaan bahan ajar dapat diinovasi menjadi 24 jam setiap hari dengan menggunakan akses internnet. Dengan demikian penyediaan dan pemanfaatan bahan ajar sudah saatnya tidak dibatasi dengan ruang dan waktu lagi. Hal ini menuntut adanya perubahan kompetensi siswa maupun guru dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dari segi guru tuntutan tersebut menyebabkan perlunya dipenuhi persyaratan kompetensi inti penggunaan TIK oleh guru profesional sebagaimana ditentukan dalam Permendiknas no 16/2007 tentang standar kompetensi guru.
Kompetensi guru yang berhubungan dengan pemanfaatan TIK dapat dikembangkan secara bertahap, dari menggunakan komputer sebagai wahana membaca bahan ajar dan bahan pengayaan pembelajaran, hingga menggunakan TIK untuk berkomunikasi. Tahap paling sederhana adalah membuka sumber-sumber belajar untuk dirinya sendiri, yang berupa bacaan, mulai dari buku teks elektronik, wikipedia, artikel-artikel jurnal hasil penelitian pendidikan, model-model pembelajaran yang menggunakan animasi dan interaktif, hingga simulasi laboratorium (Heinich,1996). Tahap berikutnya adalah menggunakan bahan-bahan ajar tersebut untuk pembelajaran siswa. Selanjutnya guru akan mencapai tahap berkomunikasi menggunakan bantuan TIK melalui forum dengan rekan-rekan guru untuk saling berbagi pengetahuan, membentuk suatu komunitas belajar. Komunitas belajar ini perlu melibatkan dosen dari universitas sebagai anggota komunitas yang berfungsi menjadi nara sumber. Komunitas ini menyelenggarakan ICT Based Lesson Study yang tidak terbatas oleh jarak, ruang dan waktu; jangkauannya dapat sangat luas menggunakan fasilitas internet. Melalui komunitas belajar yang dibentuk setiap guru dapat meningkatkan pengetahuannya secara terus-menerus, sehingga kesenjangan kemampuan guru karena jauhnya dari informasi dapat dihindarkan. Dalam program ini daerah yang kekurangan guru dapat ditolong melalui virtual class, ketika sekolah tersebut terhubung dengan sekolah lain melalui jaringan internet dengan bantuan alat khusus dan TV. Komunikasi ini dapat diperluas dengan layanan komunikasi dengan siswa yang tidak dibatasi oleh tatap muka di kelas dan di sekolah, tetapi dapat pula dilakukan setelah guru dan siswa pulang ke rumah mereka masing-masing. Bentuk komunikasi ini juga dapat diperluas dengan komunikasi antara guru dengan orang tua siswa membentuk masyarakat belajar.
4.      Inovasi dalam Capaian Kompetensi dan Evaluasi Pembelajaran (Asesmen)
Pada umumnya pembelajaran masa kini lebih menekankan capaian pada efek pembelajaran (instructional effect). Inovasi yang diperlukan terhadap pandangan ini yaitu perlunya capaian suatu proses pendidikan pada efek iringan (nurturant effect) yang cakupannya jauh lebih luas dan menyeluruh dalam rangka pembentukan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil belajar juga bukan hanya melibatkan ranah kognitif saja, melainkan juga ranah afektif dan psikomotorik. Pengembangan ketiga ranah ini perlu berimbang, dan pembelajaran sains berpotensi besar untuk mencapainya. Di manakah letak inovasi pembelajaran sains dalam hal ini?

Beberapa Model Pembelajaran Inovatif
Prof Liliasasi (2009) juga mengemukakan beberpa model pembelajaran yang inovatif di antaranya: model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran tematik, model pembelajaran kreatif-produktif, dan model pembelajaran berpikir tingkat tinggi. Karakteristik setiap model tersebut akan dipaparkan pada uraian selanjutnya.
1.      Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran ini menekankan pada hakekat Sains sebagai proses, yaitu inkuiri sains. Berdasarkan pola pikir tersebut model pembelajaran ini bertujuan membangun rasa ingin tahu siswa yang pada akhirnya dapat membangun sikap ilmiah siswa. Dalam hal ini yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana siswa dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan produktif.
Inovasi yang perlu dilakukan untuk mencapai hal tersebut melalui model pembelajaran ini adalah membuat pembelajaran Sains menantang dan menjadi misteri untuk dipecahkan oleh siswa. Hal ini membuat model pembelajaran ini berbasis keterampilan bertanya kritis.
Ciri-ciri model pembelajaran inkuiri:
a.       Menggunakan keterampilan proses
b.      Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu
c.       Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah
d.      Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri
e.       Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen.
f.       Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan mengumpulkan data, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain.
g.      Siswa melakukan penelitian secara individu atau berkelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut.
h.      Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan.

Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.
Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.
2.        Model Pembelajaran Kontektual
Berbeda dengan model pembelajaran inkuiri yang lebih memperhatikan pengembangan konsep Sains melalui pengembangan ranah kognitif siswa, model pembelajaran kontekstual lebih bernuansa pengembangan ranah afektif. Model pembelajaran ini berbasis nilai/norma dan bertolak dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian dapat ditunjukkan melalui model pembelajaran ini eratnya hubungan Sains dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Inovasi dalam pembelajaran Sains melalui pembelajaran kontekstual yaitu meninjau Sains dari sisi nilai-nilai Sains, yaitu Sains sebagai aplikasi. Dalam hal ini pesan yang dititipkan melalui pembelajaran Sains adalah bahwa aplikasi sains harus untuk kesejahteraan hidup manusia dan alamnya, menghindarkan bahaya/ efek sampingan sains yang berdampak buruk bagi kehidupan. Bertolak dari pandangan ini maka pembelajaran sains juga dapat dimanfaatkan untuk membekali siswa yang melanjutkan studi di bidang non-sains. Dengan adanya penekanan pada aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan pembelajaran kontektual ini dititipi untuk mengembangkan muatan lokal.
3.      Model Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran ini memiliki kesesuaian dengan model pembelajaran kontektual, yaitu berbasis tema dalam kehidupan sehari-hari. Model ini dipilih untuk menghilangkan kesan disiplin-disiplin Sains yang kokoh dan tidak berhubungan satu dengan lainnya. Hal itu menunjukkan arogansi pada setiap disiplin sains. Padahal sesungguhnya ada 6 tema umum dalam pembelajaran Sains, yang menembus antar disiplin sains, yaitu: sistem, model, kekekalan, pola perubahan, skala, dan evolusi.
Melalui model pembelajaran tematik akan tergambar keterhubungan berbagai mata pelajaran. Hal ini menunjukkan inovasi adanya kesadaran akan kesatuan Sains dan hubungannya dengan banyak mata pelajaran lain. Jadi penggunaan model pembelajaran tematik ini selalu menggunakan pendekatan hand-on dan minds-on yang lebih konkret bagi siswa. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan belajar Sains oleh banyaknya hubungan dengan mata pelajaran-mata pelajaran lain. Untuk menemukan banyak hubungan ini kekuatan pembelajaran tematik adalah tidak terbatas pada jam pelajaran saja, melainkan dapat berlanjut di luar jam pelajaran tanpa menjadi beban bagi siswa.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pembicaraan, Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :
  1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
  2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
  3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
  4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
  5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan maka belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
  6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
  7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu :
  1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
  2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
  3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
  4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
  5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
  6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
  7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memilki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan terasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.

4.      Model Pembelajaran Kreatif-Produktif
Model pembelajaran ini merupakan modifikasi dari siklus belajar berbasis konstruktivisme. Model pembelajaran ini  sesungguhnya menerapkan teori Piaget yaitu model asimilasi dan akomodasi dalam pembentukan struktur kognitif siswa.
Pada model siklus belajar tahap-tahap pembelajaran meliputi tahap orientasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep, lebih mengarahkan pada pembentukan konsep-konsep Sains dengan efek iringan berpikir kritis. Untuk mengembangkan berpikir kreatif maka dilakukan modifikasi tahap ke tiga dari siklus belajar menjadi 2 tahap, yaitu tahap interpretasi konsep-konsep sains dan re-kreasi aplikasi konsep-konsep sains. Dengan adanya modifikasi ini, selain berpikir kritis dikuasai siswa sebagai efek iringan pembelajaran; juga akan diperoleh efek iringan lain, yaitu berpikir kreatif. Keuntungan lain yang diperoleh melalui model pembelajaran kreatif-produktif adalah efisiensi waktu belajar siswa di kelas, karena tugas-tugas dapat dilakukan di luar kelas.
Pembelajaran kreatif produktif ini berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar :
  1. Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran
  2. Siswa didorong untuk menemukan / mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi,diskusi atau percobaan
  3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama
  4. Untuk menjadi kreatif, seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias serta percaya diri
Pembelajaran ini bertujuan untuk :
  1. Memahamkan konsep terhadap suatu nilai, konsep atau masalah tertentu.
  2. Mampu menerapkan konsep / memecahkan masalah
  3. Mampu mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut
5.      Model Pembelajaran Berpikir Tingkat Tinggi
Model pembelajaran ini merupakan kulminasi dari berbagai inovasi dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran ini Sains hanyalah sebagai wahana untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Berpikir tingkat tinggi perlu dijadikan efek iringan pembelajaran yang menjadi tujuan utama pembentukan manusia Indonesia yang tangguh dalam kompetisi global.
Dalam merumuskan model pembelajaran berpikir tingkat tinggi, tidak cukup siswa hanya berpikir melalui Sains, melainkan siswa terutama mengembangkan keterampilan berpikir sains; yaitu keterampilan generik sains. Keterampilan ini meliputi: (a) pengamatan langsung dan tak langsung; (b) kesadaran akan skala besaran; (c) bahasa simbolik; (d) kerangka logika taat azas hukum alam; (e) inferensi logika; (f) hubungan kausal; (g) pemodelan matematik; (h) membangun konsep; dan (i) tilikan ruang (Brotosiswoyo, 2000). Melalui model-model pembelajaran berbasis TIK keterampilan generik sains dan berpikir tingkat tinggi berhasil dikembangkan (Liliasari et al, 2008).
Dalam menentukan model-model pembelajaran yang dipilih, perlu diperhatikan kesesuaian karakteristik model dengan materi Sains yang akan dibelajarkan  dan tujuan pembelajaran tersebut.













DAFTAR PUSTAKA

Ceptea. 2008. Pembelajaran kreatif produktif, (Online), (http://kreatifproduktif-blog.blogspot.com, diakses tanggal 3 Maret 2011).
Dwiyanti, Gebi. Model Pembelajaran Inkuiri, (Online), (http://file.upi.edu, diakses tanggal 3 Maret 2011).
Hakim, Imron dan Loman Bolam. 2009. Profesi Kependidikan. Palembang: FKIP Unsri.
Komunitas Bathara Guru Pemalang. Kompetensi Profesionalisme Guru, (Online), ( http://www.facebook.com/topic.php?uid=148973491127&topic=11321, diakses tanggal 3 Maret 2011). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar